Rahasia di Balik Lambang Palang Merah

Diantara
sekian banyak RUU yang controversial, salah satu RUU yang luput dari perhatian
masyarakat adalah Rancangan Undang-Undang tentang Lambang Palang Merah (RUU
LPM). Padahal, RUU ini tak kalah kontroversial dibandingkan RUU lainnya,
khususnya di dunia kerelawanan.
RUU yang diajukan pada tahun 2005 ini berisikan
mengenai teknis spesifikasi pemakaian Lambang Palang Merah dan merupakan
kelanjutan dari ratifikasi Konvensi Jenewa yang mewajibkan setiap negara
memilki satu lambang kemanusiaan untuk perhimpunan nasionalnya agar dalam suatu
konflik perhimpuan nasional ini dilindungi dari serangan senjata.Lambang yang
diperkenankan dalam konvensi tersebut adalah lambang Palang Merah (Red Cross),
Bulan Sabit Merah (Red Crescent), dan Kristal Merah (Red Cristal) (detik.com,
2012). Saat ini, ratusan negara telah menentukan lambang yang akan digunakannya
sebagai lambang kemanusiaan. Yakni, 153 negara memilih palang merah, 34 negara
memilih bulan sabit merah, dan satu negara (Israel) memilih crystal merah
(Hukum Online, 2012).
Disini saya tidak membahas rencana perubahan lambang
Palang Merah (Red Cross) yang direncanakan akan diganti menjadi Bulan Sabit
Merah (Red Crescent), tetapi saya akan mengulas sedikit makna yang tersembunyi
dibalik lambang Palang Merah yang sudah umum dikenal dan digunakan oleh
beberapa organisasi seperti Palang Merah Indonesia (PMI), rumah sakit, Toko
obat-obatan dan lain sebagainya. Pembahasannyapun dipersempit hanya ditinjau
persfektif Hindu.
Lambang Palang Merah berbentuk palang berwarna merah
yang saling menyilang satu sama lain di bagian tengah satu mengarah vertikal
dan satu lainnya mengarah horizontal dengan ukuran masing-masing simetris dan
sama panjang (proporsional).
Lambang saling menyilang dalam ajaran Hindu merupakan
kerangka dasar dari salah satu symbol agama Hindu yaitu Swastika . Kata Swastika
berasal dari bahasa Sanskerta yang terdiri dari Su-Asti-Ka; Su artinya
baik, selamat , rahayu; Asti artinya
adalah ; Sedangkan akhiran Ka adalah
untuk membentuk kata sifat menjadi kata benda. Jadi Swastika merupakan lambang keselamatan dan kesejahteraan. Lambang
keramat yang digunakan sebagai penangkal agar terhindar dari segala rintangan.

Salah Satu
Bentuk Swastika Dengan Empat Lengan (www.wikipedia.org)
Lambang Swastika
dianggap telah ada dan dikenal oleh umat manusia ribuan tahun, bahkan mungkin
sudah dikenal sejak adanya manusia mengenal symbol-symbol.
Swastika merupakan lambang yang suci dalam
bentuk sebuah tanda salib, keempat lengannya mengarah kekanan. Selain umat
Hindu, komunitas dan agama lain juga menganggap lambang ini suci. Oleh karena
itu sudah merupakan kebiasaan untuk membuat lambang ini untuk memulai suatu
upacara atau kegiatan suci (Prem P. Bhalla , Diah Sri Pandewi, 2010:221).
Dalam Ganeshapuran
(Ganesha Purana) dikatakan bahwa swastika
merupakan lambang Dewa Ganesh (Ganesha). Lambang ini harus dibuat sebelum
melakukan kegiatan baik. Itu memiliki kekuatan untuk menghilangkan semua
rintangan. Mereka yang tidak menghiraukan akan gagal. Oleh karena merupakan
suatu kebiasaan untuk mengawali dengan lambang swastika (Ibid).
Swastika juga dikenal sebagai ‘satiya’, yang
merupakan symbol Sudharshan chakra. Orang –orang juga menganggapnya sebagai
symbol yang menunjukan tanda tambah (+). Itu merupakan symbol kesejahteraan.
Keempat titik disekitar swastika
merupakan simbol keempat arah disekitar kita (Ibid, Hal 222). Selain sebagai symbol keempat mata arah angin juga
dipercaya sebagai symbol Catur Yuga,
Catur Dharma dan Catur Purusa Artha.
Lambang saling menyilang ini di Bali dikenal dengan
tanda Tapak Dara, tanda tambah (+),
di India disebut ‘Satiya’. Tapak Dara
biasanya dugunakan saat melaksanakan suatu upacara keagamaan dan juga
dipasangkan atau dituliskan pada rumah, digoreskan di beberapa tiang rumah
dengan pamor, tentunya ketika dilaksanakan upacara
pemlaspas (ritual selametan untuk rumah yang baru dibangun) . Tanda Tapak Dara (+) sering pula digunakan
sebagai pengobatan Tradisional Hindu (Ayur Veda), dimana tanda ini digoereskan
dengan pamor (sejenis kapur) disertai dengan Mantra dipasang di telapak tangan sang pasien maupun di telapak
kaki pasien khususnya bayi atau anak-anak. Oleh karena itu tanda ini dikenal
dengan istilah Tapak Dara (Tampak
Dara).
Dalam salah satu hymne
dalam Rig Veda dikatakan bahwa swastika merupakan symbol surya. Dalam
Amarkosh, itu disebut sebagai berkat yang murni dan suci. Dalam Acharya Yask, swastika digambarkan sebagai Brahma yang
tidak bisa dihancurkan. Juga dipercaya bahwa swastika merupakan symbol Lakshmi,
Dewi kemakmuran (Ibid, 223). Dewi
Lakshmi di Indonesia dikenal dengan sebutan Dewi Shri. Khususnya bagi petani
dikenal sebagai Dewi padi.
Oleh karena demikian agungnya symbol swastika ini, sadar atau tidak telah
digunakan oleh dunia sebagai symbol Palang Merah Internasional. Hanya saja
diperjelas dengan warna merah.
Secara sederhana makna merah dapat diartikan sebagai
keadaan darurat dan berbahaya. Merah merupakan warna darah yang ada didalam
tubuh (bhuana alit) dan api yang ada di Bhumi sebagai Dewa Agni dan symbol
Matahari yang ada di alam semesta (bhuana agung) sebagai symbol Dewa Surya.
Dari uraian tersebut diatas, sangatlah tepat apabila
Palang Merah digunakan sebagai symbol kemanusian
terutama dalam bidang kerelawanan.
Akankah Badan Legislatif di Indonesia bersikukuh mengganti lambang Palang Merah
(Red Cross) menjadi Bulan Sabit Merah (Red Crescent). Yang notabene berkaitan
dengan simbol agama tertentu di Indonesia?. Apabila hal itu terjadi bukanlah
masalah apabila diganti menjadi Bulan Sabit Merah, sebab lambang bulan sabit
merupakan symbol Tuhan dalam mnifestasinya Siwa (Mahadewa) bagi umat Hindu.
Daftar Pustaka:
Prem P. Bhalla, Hindu
Rites, Costums and Traditions. Alih Bahasa Diah Sri Pandewi , 2010. Tata Cara, Ritual dan Tradisi Hindu.
Paramita Surabaya.
Parisada Hindu Dharma Pusat, 1978 . UPADESA , Tentang Ajaran-Ajaran Hindu.
Parisada Hindu Dharma.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar